ANGGOTA Polsek Leihitu, Kota Ambon, Brigpol Rahim Tomia alias Onong, terdakwa penyelundupan air raksa, membeberkan ulah oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon berinisial SA dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin, 26 Maret 2018.
Menurut terdakwa, oknum JPU SA tersebut telah memanfaatkan kasusnya untuk meraup keuntungan dengan melakukan pungutan liar (pungli) dan pemerasan terhadap keluarganya sebesar Rp 60 juta, dengan harapan dirinya akan dituntut dan divonis ringan.
“Keluarga saya memberikan uang Rp 60 juta itu karena keluarga saya diberi harapan bahwa saya akan dituntut ringan, sehingga majelis hakim juga dapat menjatuhkan hukuman pidana penjara dibawah satu tahun,” bebernya, saat membacakan Nota Pembelaan.
Terdakwa juga menilai JPU tidak profesional dalam menjalankan profesinya. Sebab, satu bulan sebelum dirinya disidangkan dengan agenda tuntutan, JPU telah membeberkan kepada terdakwa lain di PN Ambon bahwa dirinya akan diberatkan dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun.
“Dimana asas kerahasian negara jika tuntutun yang dianggap sebagi sesuatu yang sangat rahasia tidak dijaga oleh penuntut umum,” ungkapnya.
Di akhir pembacaan Nota Pembelaan, terdakwa meminta majelis hakim yang mengadili perkaranya agar dapat menolak atau membatalkan seluruh dakwan maupun tuntutan JPU demi hukum. Sebab, seluruh dakwaan maupun tuntutun JPU itu keliru dan menyesatkan.
Hal-hal yang dianggap keliru dan menyesatkan itu, kata terdakwa, diantaranya, hak terdakwa untuk didampingi Penasehat Hukum di tingkat penyidikan sampai kasusnya dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan tidak terpenuhi. Hal ini jelas melanggar Pasal 56 KUHAP yang di kuatkan oleh putusan MA.
Selain itu, kasus yang menjeratnya, lanjut terdakwa, tidak bisa diterapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), melainkan diterapkan Undang-Undang Perdagangan Pasal 106. Sebab, perbuatan yang dilakukannya murni perdagangan dengan membeli barang hasil produksi tersebut dari orang lain untuk dijual guna mendapat keuntungan.
“Dari uraian yang saya bacakan, maka saya memohon kepada majelis hakim agar membatalkan dakwaan dan tuntutun JPU demi hukum, serta memberikan putusan lepas kepada saya. Namun jika majelis hakim berpendapat lain, maka saya memohon keputusan yang seadil-adilnya,” tutupnya.
Usai mendengarkan pembacaan Nota Pembelaan oleh terdakwa, Ketua Majelis Hakim Jenny Tulak, didampingi dua hakim anggota Esau Yorisetouw dan Hamzah Khailul, kemudian menunda persidangan hingga Senin pekan depan, dengan agenda sidang Replik (tanggapan JPU atas pembelaan terdakwa). Dalam persidangan sebelumnya, JPU Kejari Ambon Inggrid Louhenapessy, menuntut terdakwa Brigpol Rahim Tomia alias Onong 2,6 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, serta meminta agar barang bukti berupa 100 botol air raksa dirampas oleh negara dan atau diserahkan ke Dinas ESDM Provinsi Maluku.
Perbuatan terdakwa terbukti bersalah memiliki 100 botol air raksa tanpa mengantongi ijin IUP, IPR atau IUPK, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, pada Kamis, 21 September 2017, sekitar pukul 10.45 Wit, anggota Polsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso menerima informasi bahwa Brigpol Rahim Tomia hendak menyelundupkan air raksa hasil olahan dari batu cinnabar ke Manado melalui KM Permata Bunda.
Terdakwa yang adalah anggota Satuan Lalu Lintas Polsek Leihitu ini saat tiba di Pelabuhan Yos Sudarso langsung diamankan dengan barang bukti 100 botol air raksa yang dikemas dalam karton, yang mana setiap botol beratnya 1 Kg. Selanjutnya terdakwa dibawa ke Polres Ambon untuk diproses secara hukum.
Setelah diinterogasi, terdakwa mengaku mendapatkan air raksa itu dari La Misi Sunaidy (dakwaan terpisah), warga Dusun Wailapia, Larike, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Keesokan harinya, Jumat, 22 September 2017, anggota kemudian mengontak Sunaidy dan berpura-pura memesan lagi air raksa.
Setelah bersepakat, La Misi Sunaidy langsung menuju Pelabuhan Slamet Riyadi dan tiba sekitar pukul 14.30 Wit. Petugas yang sudah menunggu langsung menggeledah La Misi Sunaidy dan ditemukan air raksa seberat 13 Kg yang diisi di dalam botol oli motor Yamalube kosong, yang disimpan di dalam jok sepeda motornya.
Dalam kasus ini, terdakwa Sunaidy sudah divonis majelis hakim selama 2 tahun penjara dan sementara menjalani hukumannya di Lapas Klas II A Ambon. (RIO)



