– Huwae: Ini Yang Benar, Bukan Teriak-Teriak Di Depan Umum
– John Pieris: Mereka Berdua Harus Utamakan Moral Dan Etika
RakyatMaluku.com – SALING lapor ke polisi antara Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae dan Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw tak terhindarkan lagi.
Setelah sebelumnya, Kamis 17 Mei 2018, Edwin Adrian Huwae lebih dahulu melaporkan Rahakbauw dengan dua laporan polisi, yakni pencemaran nama baik dan dugaan korupsi, maka laporan balik ke polisi yang dilayangkan Rahakbauw kepada Huwae juga mencakup dua hal yakni pencemaran nama baik dan satunya perihal mengacaukan kegiatan peribadatan yang dilaporkan Daniel Mahodim.
Kedua laporan tersebut dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Maluku, Selasa, 22 Mei 2018.
Usai membuat laporan, kepada pers, Richard Rahakbauw menjelaskan bahwa dirinya melaporkan Edwin Adrian Huwae ini karena telah mencemarkan nama baiknya.
“Saya laporkan pencemaran nama baik yang dilakukan saudara Edwin pada saat Jemaat Gatik sedang beribadah pada Rabu, 16 Mei 2018. Selebihnya biar kuasa hukum saya yang bicara,” kata Rahakbauw.
Sementara itu, Kuasa Hukum Richard Rahakbauw, Fahri Bachmid, S.H.,M.H, menjelaskan, setelah menerima dua laporan di ruang SPKT, kliennya langsung dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Penyelidik di Lantai II, Subdit Ditreskrimum Polda Maluku.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 13.00 – 16.00 Wit, Richard Rahakbauw yang akrab disapa RR ditanya sebagai saksi untuk pelapor Daniel Mahodim, atas dugaan tindak pidana mengacaukan kegiatan peribadatan yang dilakukan terlapor Edwin Adrian Huwae di kediaman RR pada Rabu, 16 Mei 2018, sekitar pukul 22.00 Wit.
Kepada penyelidik, RR menjelaskan, saat itu dilakukan peribadatan bersama Jemaat Gatik (Galala-Hative Kecil) Sektor Efrata. Dan, yang bertindak sebagai pemimpin ibadah yakni Ibu Sonya Matehelemual. Sedangkan refleksi dan doa syafat dibawakan oleh Pendeta J. Relebulan (Emeritus).
Sebelum doa syafat dimulai, terlapor Edwin masuk dengan reaksinya yang arogan sambil memberi ancaman akan melaporkan Jemaat Gatik Sektor Efrata kepada kepolisian karena menilai peribadatan itu merupakan ibadah politik.
Tak terima dengan sikap arogan terlapor Edwin, RR langsung keluar dan menegur terlapor, dan terjadilah perdebatan dan keributan antara keduanya. Namun yang disayangkan, terlapor Edwin mencacimaki RR sehingga kegiatan peribadatan terhenti kurang lebih 40 menit. Setelah itu terlapor Edwin kembali ke kediamannya dan kembali berteriak bahwa ibadah tersebut merupakan ibadah politik.
“Yang bertindak sebagai pelapor dalam dugaan tindak pidana ini adalah bapak Daniel Mahodim yang juga jemaat sekaligus Ketua RT 002/04 Karpan. Dan berdasarkan fakta-fakta, maka terlapor Edwin Adrian Huwae disangkakan melanggar Pasal 175 KUHPidana, dengan acaman pidana penjara selama satu tahun empat bulan (1,4),” jelas Fahri.
Setelah itu, lanjut Fahri, kliennya ditanya Penyelidik sebagai pelapor atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan terlapor Edwin Adrian Huwae di hadapan ratusan Jemaat Gatik Sektor Efrata.
“Intinya korban RR ini juga merasa dirugikan atas serangkaian perbuatan hukum yang dipertontonkan Edwin Adrian Huwae. Sehingga demi keadilan hukum, maka kami minta Polda Maluku segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap terlapor Edwin. Dan, kami pastikan akan mengawal proses ini sampai tuntas,” tegas Fahri.
INI YANG BENAR
Menanggapi pelaporan RR, Edwin Adrian Huwae menyampaikan terimakasihnya kepada RR yang sudah melaporkannya ke polisi.
“Sikap seperti ini yang benar karena kita kemudian mempercayai semua persoalan kepada proses penegakan hukum. Bukan dengan cara teriak-teriak di depan umum dengan maksud menyerang kehormatan orang lain. Sekarang mari kita siapkan bukti masing-masing untuk membuktikan tuduhan yang di laporkan,’’ ujarnya.
Dia mengatakan, dirinya percaya bahwa penegak hukum di penyidik Polda Maluku akan profesional untuk menangani persoalan ini.
UTAMAKAN ETIKA DAN MORAL
Sementara itu, Guru Besar Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta Prof. John Pieris meminta dua petinggi DPRD Provinsi Maluku itu untuk menghentikan polemik yang sekarang dipertontonkan kepada publik di Maluku.
“Hentikan polemik tersebut. Saya menghargai ketaatan keduanya dalam memaknai azas persamaan di depan hukum yang berlaku di negara ini, namun tidak terlepas dari itu perlu didahului juga pendekatan moral dan etika,“ ujar John kepada Rakyat Maluku, tadi malam.
Dikatakan, saling adu ke polisi adalah bentuk ketaatan keduanya dalam menghargai hukum, namun dalam menghadapi situasi politik di Maluku yang akan melangsukan Pilkada serentak sebaiknya masalah keduanya didudukkan pada ranah etika dan moral sehingga tak bias intrepertasi dan publik tidak dirugikan atas polemik tersebut.
John menilai, dalam suasana politik sekarang, Edwin Huwae dan Ricard Rahakbauw sebagai pimpinan DPRD Maluku haruslah ikut bertanggujawab menciptakan kondisi demokrasi yang kondusif, bermartabat dan juga beradab.
Sebagai pimpinan di lembaga yang merepresentasikan rakyat, keduanya juga haruslah bijak menyikapi akar masalah yang ada agar polemik ini tak melebar ke mana-mana. Apalagi keduanya adalah pentolan politik di partai berbeda, bisa saja polemik antara keduanya mengganggu konsolidasi demokrasi di Maluku terutama momentum Pilkada serentak.
“Dari aspek negara hukum langkah saling lapor ke polisi itu hal biasa-biasa saja, tapi toh hidup bukan hanya soal penegakan hukum dan azas kesamaan dalam hukum. Tapi juga prinsip moral dan etika serta keadaban politik haruslah menyejukkan, agar pembangunan demokrasi di negeri ini bisa bermartabat,” tutur John.
John yang sudah dua periode duduk di Senayan sebagai Wakil DPD asal Maluku ini juga menyarankan Badan Kehormatan DPRD Provinsi Maluku segera bersikap atas situasi ini.
“Publik akan menganggap masalah antara dua pimpinan DPRD itu terkait Pilkada, dan ini bukan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat kita. BK DPRD Maluku harus berperan melihat persoalan itu. Masalah yang ada sebenarnya bisa dimediasi internal DPRD, dan itu tanggungjawab BK agar ada pembelajaran baik bagi negeri kita,” saran John.
Jika kemudian keduanya tetap bersikukuh untuk diproses sesuai aturan hukum pidana yang berlaku, maka sebaiknya ditangguhkan hingga Pilkada serentak selesai. Sehingga tidak bias dan semakin besar.
“Ini bisa berdampak terhadap greas road dan melebar ke mana-mana yang bisa saja mencederai momentum demokrasi kita. Saya menghimbau kepada keduanya agar sedikit menahan diri dulu,” imbaunya.
Di kesempatan itu, John juga mengingatkan komitmen Kejaksaan Agung dan Kapolri dalam proses-proses penegakan hukum ditahun politik. Secara eksplisit keduanya punya kesamaan visi agar penegakan hukum di tahun politik haruslah dapat dijauhi dari konflik-konflik politik Pilkada serentak.
“Baik Kapolri maupun Kejagung telah menghimbau kepada jajarannya untuk menghindari hal-hal yang sifatnya terkait dengan Pilkada. Maka sudah seharusnya kita semua ikut menciptkan kondisi yang kondusif, agar masyarakat siap menghadapi Pilkada, Juni nanti,’’ ujarnya. (AAN/RIO/ARI)



